Sabtu, 22 Maret 2014

Kualitas Pendidikan di Indonesia



 KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan dengan adanya data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan,kesehatan,dan penghasilan per kepala yang menunjukkan,bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Dari 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996),      ke- 99 (1997), ke-105 (!998), dank e-109 (1999). Menurut survey Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000),Indonesia memiliki daya saing yang rendah,yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan  mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan,baik pendidikan formal maupun informal. Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan nasional yang di prioritaskan pengulangannya adalah masalah pemerataan pandidikan, mutu pendidikan, relevansi dan efisiensi pendidikan.
Dewasa ini upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak dan pendekatan. Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia dan kemajuan masyarakat dan bangsa. Dalam konteks bangsa Indonesia,peningkatan mutu pendidikan nasional merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh.

B.     Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.      Tujuan
Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui masalah-masalah apap saja yang terjadi pada pendidikan di Indonesia yang dilihat dari kualitas pendidikannya semakin hari semakin menurun.
2.      Manfaat
Dari penulisan ini diharapkan mendatangkan berupa penambahan pengetahuan serta  wawasan penulis kepada pembaca tentang keadaan pendidikan sekarang ini sehingga kita dapat mencari solusinya secara bersama agar pendidikan di masa yang akan datang dapat meningkat,baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.




BAB II
LANDASAN TEORI

Sebelum kita membahas permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia,sebaiknya kita melihat definisi dari pendidikan itu sendiri terlebih dahulu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualitas atau mutu adalah baik buruk suatu benda,kadar,taraf atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya. Secara umum kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh yang mengandung makna derajat (tingkat keunggulan suatu produk,hasil kerja/upaya) dari suatu barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan, baik yang tangible atau intangible. Mutu yang tangible artinya dapat diamati dan dilihat dalam bentuk kualitas suatu benda atau dalam bentuk kegiatan dan perilaku.
Misalnya televisi yang bermutu karena mempunyai daya tahan (tidak cepat rusak),warna gambarnya jelas,suara terdengar bagus atau perilaku yang menarik dan sebagainya.
Sedangkan mutu yang intangible  adalah suatu kualitas yang tidak dapat langsung di lihat atau diamati, tetapi dapat dirasakan dan dialami, misalnya suasana disiplin, keakraban, kebersihan dan sebagainya.
Pendidikan berasal dari kata didik (mendidik),yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran,pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian, yaitu daya upaya pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang guna mendewasakan manusia, memajukan bertumbuhnya budi pekerti  (kekuatan,batin,karakter),pikiran (intelektual)  melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Sehingga dapat diwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbaharui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercabut dari akar tradisnya.
Kualitas pendidikan dapat dilihat dalam dua hal,yakni mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu apabila seluruh komponen pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor dalam proses pendidikan adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodologi, sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Sedangkan mutu pendidikan dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu.



 Hasil pendidikan (student achievement)  dapat berupa hasil tes kemampuan akademis (misalnya ulangan umum,ujian akhir sekolah,dan ujian nasional). Dapat pula di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olahraga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya computer, beragam jenis teknik, jasa dan sebagainya. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak data dipegang (intangible) seperti  suasana belajar, disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya.
Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.

BAB III
PEMBAHASAN

A.     Fakta Mendasar Mengenai Masalah Kualitas Pendidikan
Dalam era globalisasi saat ini,pendidikan bermutu merupakan suatu keharusan. Namun dunia pendidikan di Indonesia masih jauh dari apa yang diharapkan. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia,kenyataannya kepribadian manusia cenderung direduksi oleh system yang ada.
Masalah pertama adalah bahwa pendidikan,khususnya di Indonesia menghasilkan “manusia robot”. Istilah tersebut memberi suatu pengertian bahawa pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah,dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbakan keutuhan,kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku yang merasa (afektif). Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika sedang belajar,maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam kegitan, seperti mengamati, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Namun hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid.                                                      Masalah kedua Masalah kedua adalah system pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah).  Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena peserta didik dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagau pengisi dan muruid sebagai diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box,dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan pengetahuan tersebut tinggal di ambil saja. Murid hanya menampung saja apa yang disampaikan guru. Apalagi tidak sedikit guru yang menerapkan metode ceramah.
Jadi hubungan guru sebagai subjek dan murid sebagai objek. Model pendidikan ini tidak membebaskan gaya bank, pengetahuan merupakan suatu anugrah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.


Masalah yang ketiga,dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamnnya. Manusia sebagai objek merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi,menyebabkan manusia tercabut dari akar-akar budayanya. Bukankah kita telah sama-sama melihat bagaimanan kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu stategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “stategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi,social,budaya bahkan politik Internasional.
Bukan bermaksud anti-Barat,melainkan hendak mengajak  kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain?
Berikut adalah beberapa fakta terkini  mengenai masalah pendidikan di Indonesia:
Setiap Menit, Empat Anak Putus Sekolah
     Berdasarkan laporan Education for All Global Monitoring Report yang dirilis UNESCO 2011, tingginya angka putus sekolah menyebabkan peringkat indeks pembangunan rendah. Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index. Sementara, laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Banyak factor yang mempengaruhi tingginya angka putus sekolah di Indonesia. Namun factor paling umum yang dijumpai adalah tingginya biaya pendidikan yang membuat siswa tidak dapat melanjutkan pendidikan dasar. Data pendidikan tahun 2010 menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah.

54% Guru di Indonesia Tidak Memiliki Kualifikasi yang Cukup untuk Mengajar
     Guru merupakan ujung tombak dalam meningkatkan kualitas pendidikan,dimana guru akan melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Melalui proses belajar dan mengajar inilah berawalnya kualitas pendidikan.Artinya,secara keseluruhan kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di ruang kelas. Kualitas guru di Indonesia secara keseluruhan memang belum merata,secara distribusi dan mutu pada umumnya masih rendah. Banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan ini cukup memprihatinkan,dengan presentase lebih dari 50% di seluruh Indonesia.
Menurut data Kemendiknas 2010 akses pendidikan di Indonesia masih perlu mendapat perhatian,lebih dari 1,5 juta anak tiap tahun tudak dapat melanjutkan sekolah. Sementara dari sisi kualitas guru dan komitmen mengajar terdapat lebih dari 54% guru memiliki standar kualifikasi yang perlu ditingktkan dan 13,9% bangunan sekolah dalam kondisi perlu diperbaiki.



34% Sekolah di Indonesia Kekurangan Guru
     Distribusi Guru tidak merata. 21% sekolah di perkotaan kekuranagn Guru. 37% sekolah di pedesaan kekurangan Guru.66% sekolah di daerah terpencil kekuranagn Guru dan 34% sekolah di Indonesia kekurangan guru. Sementara di banyak daerah terjadi kelebihan Guru terutama di daerah perkotaan.
Sumber:Teacher Employment & Deployment,World Bank 2007

B.     Kualitas Pendidikan  di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.                           Ada dua faktor yang nmempengaruhi kualitas pendidikan,khususnya di Indonesia yaitu:        -faktor internal: meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah dan sebagainya. Interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
-faktor eksternal: adalah masyarakat pada umumnya. Dimana masyarakat merupakan icon pendidikan yaitu sebagai objek pendidikan.
     Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu:
1.      Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya,banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi yang gedungnya rusak,kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya.
2.      Rendahnya Kualitas Guru
Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana desebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,menilai hasilpembelajaran, melakukan pembimbingan,melakukan pelatiahan,melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai,namun secara kualitas mutu guru di negara ini pada umumnya masih rendah.
3.      Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan pendapatan rendah,terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain.memberi les pada sore hari dan sebagainnya.
Denagan adanya UU Guru dan Dosen,barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Tapi,kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta,masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal.
4.      Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian (rendahnya sarana fisik,kualitas guru,dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini preatasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat. Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya. Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
5.      Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.



Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6.      Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur.
 Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7.      Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak mamiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.

C.     Solusi Mengatasi Rendahnya Kualitas Pendidikan Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah, sepert yang dijelaskan kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas,secara aris besar ada dua solusi yaitu:
- Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
- Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Menurut pemikiran UNESCO dalam program MDG’s bidang pendidikan mencanangkan 4 Pilar Pendidikan sekarang dan masa depan yaitu :
1.      Learning to Know
Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui),guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Disamping itu guru dituntut untuk dapat berperan sebagai kawan bergialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa. Jadi metode ceramah yang banyak dilakukan oleh guru saat mengajar akan semakin minim.
2.      Learning to Do
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogyanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki,serta bakat dan minatnya agar tingkat kreatifitas peserta didik semakin meningkat,dan agar “learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak d ipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata
3.      Learning to Be
Pilar ketiga yang dicanangkan UNESCO adalah “Learning to be” (belajar untuk menjadi seseorang). Hali ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal.
4.      Learning to Live Together
Terjadinya proses “Learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama), pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama





BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Banyak sekali factor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.

Pengukuran Dasar





Tugas Pendahulan
PENGUKURAN DASAR


Pertanyaan:
1.      Dalam pengukuran, jelaskan yang dimaksud dengan:
a.       Ketetapan (accuracy)
b.      Ketelitian (precision)
c.       Kepekaan
2.      Apakah kegunaan nonius pada alat ukur?
3.      Apakah yang dimaksud dengan ralat langsung dan ralat tidak langsung?
4.      Apakah yang dimaksud dengan ralat rambat?
5.      Apakah yang dimaksud dengan nilai skala terkecil (nst)?
6.      Sebutkan beberapa aturan penggunaan angka penting!
7.      Sebutkan fungsi dari jangka sorong, micrometer sekrup, dan spherometer!
8.      Jelaskan cara memeperoleh nst pada micrometer sekrup!

Jawaban:
1.      a. ketepatan (akurasi) adalah kesamaan atau kedekatan suatu hasil pengukuran dengan angka atau data yang sebenarnya (true value / correct result).
b. Ketelitian (presisi) adalah kesesuaian diantara beberapa data pengukuran yang sama yang dilakukan secara berulang. Tinggi rendahnya tingkat ketelitian hasil suatu pengukuran dapat dilihat dari harga deviasi hasil pengukuran.
c. Kepekaan adalah ukuran minimal yang masih dapat dikenal oleh instrumen/alat ukur
2.      Skala nonius atau skala vernier adalah skala bantu yang membuat pengukuran menjadi semakin teliti. Skala iniada pada alat ukur jangka sorong, micrometer sekrup dan sebagainya. Dengan skala nonius, maka penggaris biasa yang memiliki ketelitian 1 mm (ketelitian biasa disebut juga denganistilah n.s.t = nilai skala terkecil), bisa ditingkatkan sehingga memiliki ketelitian sebesar 0,1 mm, atau bahkan0,05 mm juga ada yang mencapai 0,02 mm. Skal nonius yang dipakai adalah skal nonius geser (dipakai pada jangka sorong). Pada skala nonius melingkar (dipakai pada mikrometer sekrup), kita bisa memperoleh nilaiketelitian sampai 0,01 mm. Demikianlah skala nonius dapat membantu meningkatkan ketelitiannya.
3.      Ralat langsung adalah ralat yang dilakukan pada data pengukuran hasil percobaan
Ralat tidak langsung adalah ralat yang dilakukan untuk membandingkan data pengukuran hasil percobaan dengan data hasil perhitungan.
4.      Ralat rambat adalah ralat yang tidak dapat ditelusuri sebab musababnya atau kalu diketahui penyebabya, tetapi tidak dapat dikendalikan oleh pengukurannya.
Yang termasuk ralat rambat adalah;
a.       Ralat penafsiran skala terkecil
b.      Ralat ketidakteraturan obyek ukur
5.      Nilai skala terkecil adalah nilai skala yang menunjukkan tingkat ketelitian suatu alat ukur yang disunakan untuk mengukur suatu objek tertentu.
6.      Aturan Angka Penting:
1.      Semua angka yang bukan nol adalah angka penting.
Contoh : 14,256 ( 5 angka penting ).
2.      Semua angka nol yang terletak di antara angka-angka bukan nol adalah angka
     penting. Contoh : 7000,2003 ( 9 angka penting ).
3.      Semua angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang terakhir, tetapi   
    terletak di depan tanda desimal adalah angka penting.
Contoh : 70000, ( 5 angka penting).
4.      Angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang terakhir dan di  
    belakang tanda desimal adalah angka penting. 
   Contoh : 23,50000 ( 7 angka penting ).
5.       Angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang terakhir dan tidak dengan tanda desimal adalah angka tidak penting.
Contoh : 3500000 ( 2 angka penting ).
6.      Angka nol yang terletak di depan angka bukan nol yang pertama adalah angka tidak penting
Contoh : 0,0000352 ( 3 angka penting ).

7.               Jangka sorong  mempunyai dua rahang dan satu penduga. Rahang dalam digunakan untuk mengukur diameter dalam atau sisi dalam suatu benda. Rahang luar untuk mengukur diameter luar atau sisi luar suatu benda. Sedangkan penduga digunakan untuk mengukur kedalaman. Skala utama pada jangka sorong memiliki skala dalam cm dan mm. Sedangkan skala nonius pada jangka sorong memiliki panjang 9 mm dan di bagi dalam 10 skala, sehingga beda satu skala nonius dengan satu skala pada skala utama adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Jadi, skala terkecil pada jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Jangka sorong tepat digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, kedalaman tabung, dan panjang benda sampai nilai 10 cm.                                                                                                                                     
Mikrometer sekrup digunakan untuk mengukur panjang benda yang memiliki ukuran maksimum sekitar 2,50 cm, Benda yang akan diukur panjangnya dijepit diantara bagian A dan B. Untuk menggerakan bagian B anda harus memutar sekrup bagian C. Pada micrometer sekrup dalam 0,5 mm pada skala utama terbagi atas 50 skala putar, dan pada setiap penunjukan tidak selalu terdapat skala utama yang berimpit dengan skala putar.
8.      Cara menentukan NST dari mikrometer sekrup, jika bidal digerakkan 1 putaran penuh maka poros akan maju/mundur 0,5 mm. karena selubung luar memiliki 50 skala, maka skala terkecil mikrometer skrup adalah 0,5 mm/ 50 = 0,01 mm.
 

Blogger news

Blogroll