Kamis, 24 Oktober 2013

LINGKUNGAN - EUTROFIKASI



Eutrofikasi

Eutrofikasi merupakan masalah lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar. Definisi dasarnya adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algal bloom.
Sejarah pengetahuan tentang eutrofikasi
Problem eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem ini disinyalir akibat langsung dari aliran limbah domestik. Hingga saat itu belum diketahui secara pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya eutrofikasi ini.
Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di antara nutrient utama tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P)) di dalam proses eutrofikasi.
Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie (ELA Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan. Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat)-di samping karbon dan nitrogen-terbukti nyata mengalami algal bloom.
Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Program miliaran dollar pernah dicanangkan lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin di AS untuk mengontrol keberadaan fosfat dalam ekosistem air. Sebagai implementasinya, lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan penggunaan fosfat, pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman. Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen juga menjadi bagian dari program tersebut.
Penyebab eutrofikasi
Beberapa detergen mengandung phospat, oleh karana itu deterjen juga merupakan sumber pnyebab eutrofikasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Walaupun banyak undang-undang dan peratauran yang membatasi atau melarang penggunaan detergen yang mengandung phospat, namun sampai saat ini belum berdampak pada eliminasi masalah eutrofikasi.
Selain P (fosfor) senyawa lain yang harus di perhatiakan adalah nitrogen. Distribusi penggunaan pupuk nitrogen terus meningkat dar tahun ke tahun. Komponen nitrogen sangat mudah larut dan mudah berpindah di dalam tanah, sedangkan tanaman kurang mampu menyerap semua pupuk nitrogen. Sebagai akibatnya, rembesan nitrogen yang verasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, rembesan nitrogen yang berasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, tidak terbatas pada area sandy soil. Sejumlah kelebihan nitrogen akan berakhir di air tanah. Konsentrasi nitrogen dalam bentuk nitrat secara bertahap meningkat di beberapa mata air di areal pertanian, yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan manusia yang mengkonsumsi air tersebut sebagai air minum.
Dalam tanah, pupuk N akan dengan cepat melepas amonium dan nitrat. Nitrat sangat mudah larut (kelarutannya tinggi) sehingga mudah hilang melalui pelepasan. Hampir 30% N hilang melalui leaching (pencucian). Nitrat masuk kedalam air permuakaan melalui aliran air dibawah permukaan atau drainase dan masuk kedalam air tanah melalui penapisan lapisan tanah sebelah bwah. Pada umumnya konsentrasi N di perairan. Pada umumnya konsentrasi N di perairan meningkat (tinggi) pada saat pemupukan, terutama setelah hujan. Nitrogen dapat pula hilang sebagai amonia dari penggunaan sumber-sumber nutrien organik seperti pupuk, pupuk cair (slury). Adanya amonia di perairan dapat menjadi indikasi terjadinya kontaminasi oleh pemupukan yang berasal dari material organik. N tinggi juga berasal dari peternakan terbuka. Dari laporan penelitian di UK ditunjukkan bahwa area peternakan menghasilkan limbah N lebih dari 600 kg/ha/hari dan yang hilang/lepas ketanah dapat mencapai 200 kg/ha.
Akibat eutrofikasi
Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga, tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya.
Secara singkat dampak eutrofiaksi di perairan dapat dirangkum sebagai berikut:
  1. Rusaknya habitat untuk kehidupan berbagai spesies ikan dan invertebrata. Kerusakan habitat akan menyebabkan berkurangnya biodiversitas di habitat akuatik dan spesies lain dalam rantai makanan.
  2. Konsentrasi oksigen terlarut turun sehingga beberapa spesies ikan dan kerang tidak toleran untuk hidup.
  3. Rusaknya kualitas areal yang mempunyai nilai konservasi/ cagar alam margasatwa.
  4. Terjadinya “alga bloom” dan terproduksinya senyawa toksik yang akan meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi masyarakat dan merusak industri perikanan. Pada masa kini hubungan antara pengkayaan nutrien dengan adanya insiden keracunan kerang di perairan pantai/laut meningkat
  5. Produksi vegetasi meningkat sehingga penggunaan air untuk navigasi maupun rekreasi menjadi terganggu. Hal ini berdampak pada pariwisata dan industri pariwisata.

Penanganan eutrofikasi
Dewasa ini persoalan eutrofikasi tidak hanya dikaji secara lokal dan temporal, tetapi juga menjadi persoalan global yang rumit untuk diatasi sehingga menuntut perhatian serius banyak pihak secara terus-menerus. Eutrofikasi merupakan contoh kasus dari problem yang menuntut pendekatan lintas disiplin ilmu dan lintas sektoral.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan terhadap problem ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan, pertumbuhan penduduk Bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan air.
Lalu apa solusi yang mungkin diambil? Menurut Forsberg, yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan penduduk (birth control). Karena apa? Karena sejalan dengan populasi warga Bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang disebutkan di atas. Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar produk detergen tidak lagi mengandung fosfat. Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat. Di samping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air. Bagi masyarakat dianjurkan untuk tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung aditif fosfat.
Di negara-negara maju masyarakat yang sudah memiliki kesadaran lingkungan (green consumers) hanya membeli produk kebutuhan rumah sehari-hari yang mencantumkan label "phosphate free" atau "environmentally friendly".
Negara-negara maju telah menjadikan problem eutrofikasi sebagai agenda lingkungan hidup yang harus ditangani secara serius. Sebagai contoh, Australia sudah mempunyai program yang disebut The National Eutrophication Management Program, yang didirikan untuk mengoordinasi, mendanai, dan menyosialisasi aktivitas riset mengenai masalah ini. AS memiliki organisasi seperti North American Lake Management Society yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian danau melalui aktivitas sains, manajemen, edukasi, dan advokasi.
Selain itu, mereka masih mempunyai American Society of Limnology and Oceanography yang menaruh bidang kajian pada aquatic sciences dengan tujuan menerapkan hasil pengetahuan di bidang ini untuk mengidentifikasi dan mencari solusi permasalahan yang diakibatkan oleh hubungan antara manusia dengan lingkungan.
Negara-negara di kawasan Eropa juga memiliki komite khusus dengan nama Scientific Committee on Phosphates in Europe yang memberlakukan The Urban Waste Water Treatment Directive 91/271 yang berfungsi untuk menangani problem fosfat dari limbah cair dan cara penanggulangannya. Mereka juga memiliki jurnal ilmiah European Water Pollution Control, di samping Environmental Protection Agency (EPA) yang memberlakukan peraturan dan pengawasan ketat terhadap pencemaran lingkungan.
Dalam banyak hal, cara yang paling efektif untuk menangani eutrofikasi yang disebabkan oleh kelebihan phospat adalah dengan memakai pendekatan yang terintegrasi untuk mengatur dan mengontrol semua masukan nutrien, sehingga konsentrasi nutrien dapat direduksi menjadi cukup rendah sehingga tidak menyebabkan alga bloom. Pendekatan yang sama akan bermanfaat juga untuk mengatasi masalah eutrofikasi yang disebabkan oleh nitrogen. Oleh karena itu kontrol tersebut harus juga mengurangi kehilangan P dan N, dengan demikian dari sudut ekologi juga akan mendatangkan keuntungan. Jika meningkatnya jumlah P yang lepas/hilang berhubungan erat dengan erosi dn hilangnya sedimen secara besar-besaran, maka dengan kontrol erosi diharapkan dapat dicapai peningkatan kualitas melalui pengurangan dampak negatif sedimen di sistem akuatik.
Perlakuan-perlakuan yang cukup signifikan untuk mengontrol eutrofikasi adalah dengan melakukan perombakan phospat pada buangan kotoran, pengontrolan phospat yang tersifusi dari pertanian, perombakan phospat dari deterjen, pengalihan tempat pembuangan kotoran. Cara yang sukses untukk mengontrol P akan membawa keuntungan bagi lingkungan. Salah satu cara yang paling efisien untuk mengurangi dan mengontrol konsentrasi P di perairan adalah dengan membatasi atau mengurangi beban nutrien dari sumber utama dan meningkatkan teknologi perombakan nutrien dari buangan kotoran (sewage). Jika pertanian adalah P yang signifikan, maka pengurangan buangan P dipandang dari sudut kepraktisannya dan biayanya tidak efisien dari tanah pertanian dan sangat sulit untuk menentukan faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang berpengaruh bervariasi dari sistem pertaniannya, tipe tanah dan kondisi wilayahnya. Namun kehilangan P pada hakekatnya dapat dikembalikan ke sistem pertanian, sedangkan yang lainnya dapat dikontrol oleh petani sendiri misalnya dengan menyebar pupuk tiak pada musim hujan.
Untuk mencegah dan mengeliminasi aliran nitrogen sangat sulit. Sejumlah artificial wetland dapat dibuat sepanjang aliran air dan sungai di areal pertanian untuk menangkap kandungan nitrogen dalam air yang akan mengalir ke laut. Selain itu upaya lain yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sistem pengolahan limbah domestik. Pada saat ini, pengolahan limbah domestik di pesisir pantai dan kota besar harus melibatkan proses pengurangan nitrogen secara biologi, karena perlakuan secara kimiawi hanya mengurangi sejumlah kecil kandungan nitrogen dalam limbah cair. Pada hakekatnya mengaurangi konsentrasi nutrien pada sumbernya meruapak upaya yang sangat penting karena mengurangi input nutrien ke dalam lautan seperti yang kita harapkan sangat sulit untuk dicapai.
Sebagian besar P terlarut dengan segera dipakai oleh kegiatan biologis. P sedimen tidak segera tersedia tetapi menjadi sumber P untuk jangka waktu yang lama bagi biota aquatik (Ekholm 1994). Untuk mereduksi lepasnya P dari areal pertanian kedalam air, langkah yang harus dilakukan adalah meningkatkan efisiensi penggunaan P dengan cara menyeimbangkan masukan P (P input) dalam pakan dan pupuk deagn luaran P (P output) dalam produksi tanaman dan hewan dan mengatur level P dalam tanah. Untuk mereduksi lepasan P dalam aliran pertanian dapat dilakukan dengan cara mengontrol sumber dan transportasinya. Lepasan P dari tanah pertanian yang terbawa melalui aliran air permukaan dan erosi mungkin lebih mudah untuk direduksi dan pada umumnya telah berhasil dilakukan, namun demikian perhatian masih sangat kurang terhadap pengaturan sumber P di tanah. Seperti kita ketahui bahwa sumber P tanah terutama berasal dari pemupukan (pupuk kimia, organik, kompos, pupuk kandang) maka pengaturan sistem pertanian yang ramah lingkuanga harus segera dikembangkan. Untuk mengatur pengurangan dampak P terhadap lingkungan, setidaknya ada dua faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu sumber Pdan transportasinya. Timbulnya dampak P terhadap lingkungan tentunya karena ada sumber P (tanah dengan konsentrasi P tinggi, penggunaan kompos, pupuk kandang dan pupuk kimia) dan ada transportasi atau perpindahan P ke lokasi yang rawan (rawan terhadap leaching, pengaliran, erosi). Masalah akan muncul jika ada interaksi dari kedua faktor tersebut. Sumber yang tinggi dengan kecilnya kemungkinan untuk perpindahan, mungkin tidak akan berpengaruh bagi lingkungan. Demikian juga sebaliknya jika kemungkinan terjadinya perpindahan tinggi namun sumbernya kecil maka juga tidak akan berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu pengaturan harus difokuskan pada area dimana kedua kondisi tersebut bertemu. Area tersebut dikenal sebagai “critical source area”. Penentuan titik titik rawan tersebut menjadi sangat penting dan harus segera dilakukan di kawasan Bopunjur sehingga eutrofikasi dapat dicegah. Langkah lain yang juga sangat penting untuk mencegah terjadinya kurasakan lingkungan perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi adalah kerusakan lingkungan perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi adalah dengan mengurangi konsentrasi pencemar dalam limbah cair industri, dan limbah domestik sampai ke tingkatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sebelum limbah tersebut memasuki perairan umum. Untuk itu maka teknologi pengolahan limbah yang efisien, dan secara ekonomi dan ekologi menguntungkan sangat dibutuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll