Eutrofikasi
Eutrofikasi merupakan masalah
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar.
Definisi dasarnya adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient
yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi
total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. Sejatinya,
eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana danau mengalami penuaan
secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan
proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini,
oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari
dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun
saja. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir
ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algal bloom.
Sejarah pengetahuan tentang eutrofikasi
Problem eutrofikasi baru
disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan
ekosistem air lainnya.
Problem ini disinyalir akibat langsung dari aliran limbah domestik. Hingga saat
itu belum diketahui secara pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar
dalam munculnya eutrofikasi ini.
Melalui penelitian
jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti akhirnya bisa
menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di antara nutrient utama
tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P)) di dalam proses eutrofikasi.
Sebuah percobaan
berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie (ELA Lake 226)
di Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami
fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan. Sebaliknya, bagian danau
lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat)-di samping karbon
dan nitrogen-terbukti nyata mengalami algal bloom.
Menyadari bahwa senyawa
fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para
saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat
terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-cara
penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti
detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang
keberadaan fosfor dalam detergen. Program miliaran dollar pernah dicanangkan
lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin di AS untuk mengontrol keberadaan
fosfat dalam ekosistem air. Sebagai implementasinya, lahirlah peraturan
perundangan yang mengatur pembatasan penggunaan fosfat, pembuangan limbah
fosfat dari rumah tangga dan permukiman. Upaya untuk menyubstitusi pemakaian
fosfat dalam detergen juga menjadi bagian dari program tersebut.
Penyebab eutrofikasi
Beberapa detergen
mengandung phospat, oleh karana itu deterjen juga merupakan sumber pnyebab
eutrofikasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Walaupun banyak
undang-undang dan peratauran yang membatasi atau melarang penggunaan detergen
yang mengandung phospat, namun sampai saat ini belum berdampak pada eliminasi
masalah eutrofikasi.
Selain P (fosfor) senyawa
lain yang harus di perhatiakan adalah nitrogen. Distribusi penggunaan pupuk
nitrogen terus meningkat dar tahun ke tahun. Komponen nitrogen sangat mudah
larut dan mudah berpindah di dalam tanah, sedangkan tanaman kurang mampu
menyerap semua pupuk nitrogen. Sebagai akibatnya, rembesan nitrogen yang
verasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, rembesan nitrogen
yang berasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, tidak terbatas
pada area sandy soil. Sejumlah kelebihan nitrogen akan berakhir di air tanah.
Konsentrasi nitrogen dalam bentuk nitrat secara bertahap meningkat di beberapa
mata air di areal pertanian, yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan
manusia yang mengkonsumsi air tersebut sebagai air minum.
Dalam tanah, pupuk N akan
dengan cepat melepas amonium dan nitrat. Nitrat sangat mudah larut
(kelarutannya tinggi) sehingga mudah hilang melalui pelepasan. Hampir 30% N
hilang melalui leaching (pencucian). Nitrat masuk kedalam air permuakaan
melalui aliran air dibawah permukaan atau drainase dan masuk kedalam air tanah
melalui penapisan lapisan tanah sebelah bwah. Pada umumnya konsentrasi N di
perairan. Pada umumnya konsentrasi N di perairan meningkat (tinggi) pada saat
pemupukan, terutama setelah hujan. Nitrogen dapat pula hilang sebagai amonia
dari penggunaan sumber-sumber nutrien organik seperti pupuk, pupuk cair
(slury). Adanya amonia di perairan dapat menjadi indikasi terjadinya
kontaminasi oleh pemupukan yang berasal dari material organik. N tinggi juga
berasal dari peternakan terbuka. Dari laporan penelitian di UK ditunjukkan
bahwa area peternakan menghasilkan limbah N lebih dari 600 kg/ha/hari dan yang
hilang/lepas ketanah dapat mencapai 200 kg/ha.
Akibat eutrofikasi
Kondisi eutrofik sangat
memungkinkan alga, tumbuhan air
berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat
ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini
bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan
kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang
bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat
berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat
menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol,
menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa
tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya
dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem
air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui
mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan.
Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika,
rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang
tidak sedikit untuk mengatasinya.
Secara
singkat dampak eutrofiaksi di perairan dapat dirangkum sebagai berikut:
- Rusaknya habitat untuk kehidupan berbagai spesies ikan dan invertebrata. Kerusakan habitat akan menyebabkan berkurangnya biodiversitas di habitat akuatik dan spesies lain dalam rantai makanan.
- Konsentrasi oksigen terlarut turun sehingga beberapa spesies ikan dan kerang tidak toleran untuk hidup.
- Rusaknya kualitas areal yang mempunyai nilai konservasi/ cagar alam margasatwa.
- Terjadinya “alga bloom” dan terproduksinya senyawa toksik yang akan meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi masyarakat dan merusak industri perikanan. Pada masa kini hubungan antara pengkayaan nutrien dengan adanya insiden keracunan kerang di perairan pantai/laut meningkat
- Produksi vegetasi meningkat sehingga penggunaan air untuk navigasi maupun rekreasi menjadi terganggu. Hal ini berdampak pada pariwisata dan industri pariwisata.
Penanganan eutrofikasi
Dewasa ini persoalan
eutrofikasi tidak hanya dikaji secara lokal dan temporal, tetapi juga menjadi
persoalan global yang rumit untuk diatasi sehingga menuntut perhatian serius
banyak pihak secara terus-menerus. Eutrofikasi merupakan contoh kasus dari
problem yang menuntut pendekatan lintas disiplin ilmu dan lintas sektoral.
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan penanggulangan terhadap problem ini sulit membuahkan hasil yang
memuaskan. Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas peternakan yang intensif dan
hemat lahan, konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang
berlebihan, pertumbuhan penduduk Bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang
semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi
dalam sedimen menuju badan air.
Lalu apa solusi yang
mungkin diambil? Menurut Forsberg, yang utama adalah
dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan penduduk (birth
control). Karena apa? Karena sejalan dengan populasi warga Bumi yang terus
meningkat, berarti akan meningkat pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke
lingkungan air dari sumber-sumber yang disebutkan di atas. Pemerintah juga
harus mendorong para pengusaha agar produk detergen tidak lagi mengandung
fosfat. Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung
bahan aditif fosfat. Di samping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor
pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan, serta perannya dalam
pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyaknya lagi fosfat
lepas ke lingkungan air. Bagi masyarakat dianjurkan untuk tidak berlebihan
mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung aditif fosfat.
Di negara-negara maju
masyarakat yang sudah memiliki kesadaran lingkungan (green consumers)
hanya membeli produk kebutuhan rumah sehari-hari yang mencantumkan label
"phosphate free" atau "environmentally friendly".
Negara-negara maju telah
menjadikan problem eutrofikasi sebagai agenda lingkungan hidup yang harus
ditangani secara serius. Sebagai contoh, Australia sudah mempunyai program yang
disebut The National Eutrophication Management Program, yang didirikan untuk
mengoordinasi, mendanai, dan menyosialisasi aktivitas riset mengenai masalah
ini. AS memiliki organisasi seperti North American Lake Management Society yang
menaruh perhatian besar terhadap kelestarian danau melalui aktivitas sains,
manajemen, edukasi, dan advokasi.
Selain itu, mereka masih
mempunyai American Society of Limnology and Oceanography yang menaruh bidang
kajian pada aquatic sciences dengan tujuan menerapkan hasil pengetahuan di
bidang ini untuk mengidentifikasi dan mencari solusi permasalahan yang
diakibatkan oleh hubungan antara manusia dengan lingkungan.
Negara-negara di kawasan
Eropa juga memiliki komite khusus dengan nama Scientific Committee on
Phosphates in Europe yang memberlakukan The Urban Waste Water Treatment
Directive 91/271 yang berfungsi untuk menangani problem fosfat dari limbah cair
dan cara penanggulangannya. Mereka juga memiliki jurnal ilmiah European Water
Pollution Control, di samping Environmental Protection Agency (EPA) yang
memberlakukan peraturan dan pengawasan ketat terhadap pencemaran lingkungan.
Dalam
banyak hal, cara yang paling efektif untuk menangani eutrofikasi yang
disebabkan oleh kelebihan phospat adalah dengan memakai pendekatan yang
terintegrasi untuk mengatur dan mengontrol semua masukan nutrien, sehingga
konsentrasi nutrien dapat direduksi menjadi cukup rendah sehingga tidak
menyebabkan alga bloom. Pendekatan
yang sama akan bermanfaat juga untuk mengatasi masalah eutrofikasi yang
disebabkan oleh nitrogen. Oleh karena itu kontrol tersebut harus juga
mengurangi kehilangan P dan N, dengan demikian dari sudut ekologi juga akan
mendatangkan keuntungan. Jika meningkatnya jumlah P yang lepas/hilang
berhubungan erat dengan erosi dn hilangnya sedimen secara besar-besaran, maka
dengan kontrol erosi diharapkan dapat dicapai peningkatan kualitas melalui
pengurangan dampak negatif sedimen di sistem akuatik.
Perlakuan-perlakuan yang
cukup signifikan untuk mengontrol eutrofikasi adalah dengan melakukan
perombakan phospat pada buangan kotoran, pengontrolan phospat yang tersifusi
dari pertanian, perombakan phospat dari deterjen, pengalihan tempat pembuangan
kotoran. Cara yang sukses untukk mengontrol P akan membawa keuntungan bagi
lingkungan. Salah satu cara yang paling efisien untuk mengurangi dan mengontrol
konsentrasi P di perairan adalah dengan membatasi atau mengurangi beban nutrien
dari sumber utama dan meningkatkan teknologi perombakan nutrien dari buangan
kotoran (sewage). Jika pertanian adalah P yang signifikan, maka pengurangan
buangan P dipandang dari sudut kepraktisannya dan biayanya tidak efisien dari
tanah pertanian dan sangat sulit untuk menentukan faktor yang mempengaruhinya.
Faktor yang berpengaruh bervariasi dari sistem pertaniannya, tipe tanah dan
kondisi wilayahnya. Namun kehilangan P pada hakekatnya dapat dikembalikan ke
sistem pertanian, sedangkan yang lainnya dapat dikontrol oleh petani sendiri
misalnya dengan menyebar pupuk tiak pada musim hujan.
Untuk mencegah dan
mengeliminasi aliran nitrogen sangat sulit. Sejumlah artificial wetland dapat
dibuat sepanjang aliran air dan sungai di areal pertanian untuk menangkap
kandungan nitrogen dalam air yang akan mengalir ke laut. Selain itu upaya lain
yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sistem pengolahan limbah domestik.
Pada saat ini, pengolahan limbah domestik di pesisir pantai dan kota besar
harus melibatkan proses pengurangan nitrogen secara biologi, karena perlakuan
secara kimiawi hanya mengurangi sejumlah kecil kandungan nitrogen dalam limbah
cair. Pada hakekatnya mengaurangi konsentrasi nutrien pada sumbernya meruapak
upaya yang sangat penting karena mengurangi input nutrien ke dalam lautan
seperti yang kita harapkan sangat sulit untuk dicapai.
Sebagian besar P terlarut
dengan segera dipakai oleh kegiatan biologis. P sedimen tidak segera tersedia
tetapi menjadi sumber P untuk jangka waktu yang lama bagi biota aquatik (Ekholm
1994). Untuk mereduksi lepasnya P dari areal pertanian kedalam air, langkah
yang harus dilakukan adalah meningkatkan efisiensi penggunaan P dengan cara
menyeimbangkan masukan P (P input) dalam pakan dan pupuk deagn luaran P (P
output) dalam produksi tanaman dan hewan dan mengatur level P dalam tanah.
Untuk mereduksi lepasan P dalam aliran pertanian dapat dilakukan dengan cara
mengontrol sumber dan transportasinya. Lepasan P dari tanah pertanian yang
terbawa melalui aliran air permukaan dan erosi mungkin lebih mudah untuk
direduksi dan pada umumnya telah berhasil dilakukan, namun demikian perhatian
masih sangat kurang terhadap pengaturan sumber P di tanah. Seperti kita ketahui
bahwa sumber P tanah terutama berasal dari pemupukan (pupuk kimia, organik,
kompos, pupuk kandang) maka pengaturan sistem pertanian yang ramah lingkuanga
harus segera dikembangkan. Untuk mengatur pengurangan dampak P terhadap
lingkungan, setidaknya ada dua faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu sumber
Pdan transportasinya. Timbulnya dampak P terhadap lingkungan tentunya karena
ada sumber P (tanah dengan konsentrasi P tinggi, penggunaan kompos, pupuk
kandang dan pupuk kimia) dan ada transportasi atau perpindahan P ke lokasi yang
rawan (rawan terhadap leaching, pengaliran, erosi). Masalah akan muncul jika
ada interaksi dari kedua faktor tersebut. Sumber yang tinggi dengan kecilnya
kemungkinan untuk perpindahan, mungkin tidak akan berpengaruh bagi lingkungan.
Demikian juga sebaliknya jika kemungkinan terjadinya perpindahan tinggi namun
sumbernya kecil maka juga tidak akan berpengaruh buruk terhadap lingkungan.
Oleh karena itu pengaturan harus difokuskan pada area dimana kedua kondisi
tersebut bertemu. Area tersebut dikenal sebagai “critical source area”.
Penentuan titik titik rawan tersebut menjadi sangat penting dan harus segera
dilakukan di kawasan Bopunjur sehingga eutrofikasi dapat dicegah. Langkah lain
yang juga sangat penting untuk mencegah terjadinya kurasakan lingkungan
perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi adalah kerusakan lingkungan
perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi adalah dengan mengurangi
konsentrasi pencemar dalam limbah cair industri, dan limbah domestik sampai ke
tingkatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sebelum limbah tersebut
memasuki perairan umum. Untuk itu maka teknologi pengolahan limbah yang
efisien, dan secara ekonomi dan ekologi menguntungkan sangat dibutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar